Tujuan
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah
untuk menuntun segala kodrat yang ada pada
anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau
hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki
lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Sebagai
seorang pendidik, kita harus bisa melayani segala
bentuk kebutuhan metode belajar yang berorientasi pada anak. Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk
mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar),
tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak, perlu tuntunan
dan arahan dari guru supaya anak tidak kehilangan arah dan membahayakan
dirinya.
Ki hajar dewantara juga
mengingatkan proses
pengajaran harus disesuaikan dengan tuntutan alam dan zaman peserta didik. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan
di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama.
Artinya bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakternya masing-masing,
jadi sebagai guru kita tidak bisa menghapus sifat dasar tadi, yang bisa
dilakukan adalah menunjukan dan membimbing mereka agar muncul sifat-sifat baiknya sehingga
menutupi/mengaburkan sifat-sifat jeleknya.
Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa “pendidikan adalah tempat persemaian segala
benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan. Dengan maksud
agar segala unsur peradaban dan kebudayaan tadi dapat tumbuh dengan
sebaik-baiknya. Dan dapat kita teruskan kepada anak cucu kita yang akan datang”
pernyataan tersebut menjelaskan bahwa disamping pendidikan kecerdasan pikiran harus
ada pendidikan yang kultural. Jangan sampai kita hanya meniru sistem pendidikan
dan pengajaran yang sepi pengaruh kebudayaan. Pengajaran tentang
kebudayaan dan adat istiadat penting untuk dilakukan mengingat Indonesia adalah
Negara yang kaya akan kebudayaan dan tradisi.
Kondisi pendidikan Indonesia saat ini tidak terlepas
dari konsep pemikiran bapak pendidikan tersebut. Istilah merdeka belajar
belakangan menjadi topik yang selalu diperbincangkan di dunia pendidikan
Indonesia, terlebih ketika menteri pendidikan memberlakukan kurikulum merdeka.
Kurikulum merdeka sendiri didasari pada pemikiran ki hajar dewantara bahwa
setiap anak memiliki kebebasan dalam belajar. Mereka diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk mengembangkan bakat yang ada pada dirinya. Pendidik tidak
lagi berperan sebagai pengajar, melainkan sebagai fasilitator yang membimbing
anak untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan bakat alamiah mereka.
Pembelajaran berlangsung dengan menyesuaikan karakteristik peserta didik. Guru
memiliki kemerdekaan penuh untuk merancang perencanaan pembelajaran dan asesmen
yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik pada setiap fase.
Ketika duduk di bangku SMA, saya sudah merasakan
kemerdekaan dalam belajar. Meskipun pada saat itu masih digunakan kurikulum
K13, proses pembelajaran berlangsung dengan aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Kami terbiasa melakukan penelitian lapangan, melakukan pendidikan praktik, dan
lain sebagainya. Hanya saja kami masih terbebani dengan ujian-ujian yang yang
menghantui setiap triwulan, setiap semester, dan setiap tahun sehingga kami
masih banyak berpatokan pada nilai ujian yang menjadi tolak ukur dalam
keberhasilan sebagai peserta didik. Selain itu, kami dituntut untuk menguasai
semua mata pelajaran sehingga terkadang kami merasa lelah dan kehilangan
motivasi belajar.
Salah satu aspek yang berperan penting dalam
keberhasilan pendidikan adalah profesionalitas guru. Merdeka belajar tidak
hanya diperoleh oleh peserta didik, melainkan juga oleh guru sebagai tenaga
pendidik. Guru yang memiliki motivasi mengajar yang tinggi tentu akan
memberikan kualitas pendidikan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah
harus lebih memperhatikan kesejahteraan guru, karena sampai saat ini guru masih
menjadi salah satu profesi dengan tingkat kesejahteraan yang rendah.
Komentar
Posting Komentar